Sabtu, 20 Juli 2019

Ayyuhal Walad

Seorang penuntut ilmu juga harus sibuk dengan aibnya sendiri daripada mengurus aib orang lain. Menurut al-Ghazali, orang yang merasa bebas dari aib adalah orang yang bodoh terhadap dirinya sendiri. Dan itu merupakan aib yang terbesar (al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, Juz 3, hlm. ). Ilmu nafi’ juga terlihat dari sikap semakin mengenal Allah (ma’rifat) yang dibuktikan dengan rajin beribadah. Sebab dalam pandangan Islam, ilmu dan amal menjadi satu. Ibadah adalah bukti pengamalan ilmu. Al-Ghazali sendiri mengingatkan muridnya bahwa “ilmu tanpa amal adalah gila, dan amal tanpa ilmu ada sia-sia.” (al-Ghazali, Ayyuhal Walad, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2011), hlm. 4).
Indikator ilmu nafi’ berikutnya adalah membuat seseorang semakin zuhud, bukan gila dunia. Dalam masalah ini al-Ghazali tegas mengingatkan bahwa menuntut ilmu dengan tujuan meraih keuntungan dunia semata, sama dengan merobohkan agama (al-Ghazali, Bidayat al-Hidayah, hlm. 1). Sebaliknya, ilmu nafi’ semakin membuat seseorang menjadi termotivasi meraih kebahagiaan di negeri akhirat. Sebagai Muslim keyakinan adanya kehidupan akhirat menjadi satu kewajiban. Dan ia akan menyiapkan bekal terbaik sebelum kembali ke negeri akhirat.
Ilmu harus ada sebelum amal. Ilmu juga harus terus mengawal amal agar tidak rusak. Ketika rukun dan syarat amal sudah disempurnakan, maka seseorang harus menjaga amalnya itu dari “virus” mematikan yang bisa membinasakan amalnya. Imam al-Ghazali menyatakan “wahai saudaraku, setelah jalan ibadahmu bagus, maka kamu wajib menjaga amalmu dari perkara yang bisa merusaknya”. (al-Ghazali, Minhajul ‘Abidin, Surabaya: Maktabat Ahmad ibn Sa‘ad ibn Nabhan, tanpa tahun), hlm. 71). Menurut Imam al-Ghazali yang perlu dikhawatirkan adalah kosongnya nilai ibadah. Jangan sampai seseorang gigih beribadah tetapi lengah terhadap cacat dan sifat buruk yang ada dalam dirinya. Sehingga ibadahnya tidak satupun yang diterima. Ibadah yang dibangun bertahun-tahun, hancur hanya dalam waktu sekejap. Yang paling mengkhawatirkan menurut Imam al-Ghazali adalah adalah sifat riya’. Secara zahir ibadahnya untuk Allah, tetapi batinnya ditujukan untuk makhluk. Akhirnya, Allah mengusirnya dan tidak lagi memandangnya. (al-Ghazali, Minhajul ‘Abidin, hlm. 80).
Terakhir, ilmu nafi’ membuat seseorang jeli terhadap perangkap dan tipu daya setan. Dalam masalah ini banyak orang-orang berilmu menjadi korbannya. Menurut Imam al-Ghazali, setan menipu penuntut ilmu dengan menggiring mereka ke jalan keburukan yang dibungkus dengan kemasan kebaikan. Setan akan membisikkan keutamaan-keutamaan ilmu, dan kedudukan orang berilmu sebagaimana yang ada di dalam al-Qur’an, Hadits ataupun perkataan ulama. Pada saat yang sama, setan membuat mereka terbuai sehingga melupakan banyak ayat dan hadits yang mengancam orang berilmu tapi tidak beramal (al-Ghazali, Bidayat al-Hidayah, hlm. 2).

 Download Buku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DownloadBuku Islam

Silahkan Download Gratis! Jangan lupa beli bukunya agar lebih Berkah.







Kritik, Saran, Pertanyaan

Nama

Email *

Pesan *